Praktisi Hukum Desak Kejati Maluku Utara Periksa Mantan Kadis Perindag Ternate, Diduga Ada Penyimpangan Retribusi Pasar Rp 4,26 Miliar
TERNATE – Praktisi hukum Abdullah Ismail mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara agar segera memeriksa mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Ternate, Muchlis Djumadil, terkait dugaan penyimpangan pengelolaan retribusi pasar senilai Rp 4,26 miliar.
Menurut Abdullah, langkah Kejati yang telah melakukan telaah atas temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap pengelolaan retribusi pasar di Disperindag Ternate harus segera ditindaklanjuti dengan pemeriksaan pihak-pihak terkait.
“Kami meminta ini menjadi atensi Kejati, karena Kajati yang baru sangat fokus pada perkara tindak pidana korupsi. Kasus ini perlu dikembangkan, sebab berdasarkan fakta persidangan sebelumnya, banyak retribusi yang dipermainkan oleh petugas di lapangan dan digunakan untuk kepentingan pribadi, bahkan untuk jalan-jalan ke luar daerah,” tegas Abdullah, Jumat (31/10/2025).
Ia berharap Kejati segera memanggil dan memeriksa Muchlis Djumadil agar dugaan penyimpangan tersebut dapat ditingkatkan ke tahap penyelidikan.
Sementara itu, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku Utara, Fajar Haryowimbuko, membenarkan pihaknya tengah melakukan telaah terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan piutang retribusi pasar oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate.
Dalam hasil reviu Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Tahun 2023, BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara menemukan adanya permasalahan serius dalam pengelolaan piutang retribusi pasar. Nilai piutang yang tercatat sebesar Rp4,26 miliar, terdiri atas piutang retribusi pasar grosir senilai Rp2,45 miliar dan piutang retribusi fasilitas pasar atau pertokoan senilai Rp 1,81 miliar.
Menariknya, nilai tersebut tidak berubah dari tahun 2022, yang menunjukkan tidak adanya pembaruan data maupun penagihan aktif selama dua tahun berturut-turut.
Hasil konfirmasi BPK dengan Kasubag Keuangan Disperindag Kota Ternate juga mengungkapkan bahwa dinas tersebut tidak memiliki data piutang retribusi pasar. Pencatatan hanya dilakukan atas penerimaan retribusi yang disetorkan ke rekening BPRS Bahari Berkesan milik Bendahara Umum Daerah (BUD).
BPK menjelaskan, kondisi itu terjadi karena Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) tidak diterbitkan sesuai ketentuan, serta bendahara penerimaan tidak melakukan verifikasi atas data pembayaran dari petugas lapangan.
Akibatnya, pencatatan piutang yang dilakukan tidak sesuai dengan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Nomor 06 tentang Akuntansi Piutang, yang menegaskan bahwa piutang hanya dapat diakui apabila jumlahnya telah ditetapkan dan disertai surat penagihan atau ketetapan resmi.
BPK menilai, lemahnya sistem administrasi dan pengawasan pengelolaan retribusi pasar ini berpotensi menimbulkan kerugian daerah dan mengindikasikan adanya kelalaian dalam tata kelola keuangan Pemkot Ternate.
Kejati Maluku Utara memastikan akan menindaklanjuti hasil telaah tersebut apabila ditemukan indikasi pelanggaran hukum dalam pengelolaan piutang retribusi pasar tersebut.

 
											


 
							 
							 
							 
							 
							 
							 
					 
					 
					 
					 
							 
							 
							 
							 
							 
							 
							
Tinggalkan Balasan