Kejati Maluku Utara Telusuri Temuan BPK Soal Piutang Retribusi Pasar Rp 4,26 Miliar di Pemkot Ternate
TERNATE – Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara segera melakukan telaah terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan piutang retribusi pasar oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate yang nilainya mencapai Rp 4,26 miliar.
Temuan tersebut dinilai tidak dapat diyakini kewajarannya, karena terdapat kejanggalan dalam proses pencatatan dan pengakuan piutang oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Ternate.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku Utara, Fajar Haryowimbuko, saat dikonfirmasi membenarkan, pihaknya telah menerima informasi mengenai temuan BPK tersebut.
“Masih dilakukan telaah. Nanti kita pelajari dulu hasil pemeriksaannya dari BPK,” ujar Fajar, Kamis (30/10/2025).
Temuan BPK
Dalam hasil reviu Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Tahun 2023, BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara menemukan adanya permasalahan serius dalam pengelolaan piutang retribusi pasar oleh Pemkot Ternate.
Nilai piutang tersebut mencapai Rp 4,26 miliar, terdiri atas:
Piutang retribusi pasar grosir sebesar Rp 2,45 miliar.Piutang retribusi fasilitas pasar/pertokoan sebesar Rp 1,81 miliar
Menariknya, nilai tersebut tidak berubah dari tahun 2022, yang menunjukkan tidak adanya pembaruan data maupun penagihan aktif selama dua tahun berturut-turut.
Hasil konfirmasi BPK dengan Kasubag Keuangan Disperindag Kota Ternate mengungkapkan bahwa dinas tersebut tidak memiliki data piutang retribusi pasar, dan hanya mencatat penerimaan retribusi yang disetorkan ke rekening BPRS Bahari Berkesan milik Bendahara Umum Daerah (BUD).
BPK menjelaskan, kondisi tersebut disebabkan antara lain karena Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) tidak diterbitkan sesuai ketentuan, serta bendahara penerimaan tidak melakukan verifikasi atas data pembayaran dari petugas lapangan.
Akibatnya, pencatatan piutang yang dilakukan tidak sesuai dengan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Nomor 06 tentang Akuntansi Piutang, yang menegaskan bahwa piutang hanya dapat diakui apabila jumlahnya telah ditetapkan dan disertai dengan surat penagihan atau ketetapan resmi.
BPK menilai, lemahnya sistem administrasi dan pengawasan pada pengelolaan retribusi pasar ini berpotensi menimbulkan kerugian daerah serta mengindikasikan adanya kelalaian dalam tata kelola keuangan Pemkot Ternate.
Kejati Maluku Utara memastikan akan menindaklanjuti hasil telaah tersebut apabila ditemukan indikasi pelanggaran hukum dalam pengelolaan piutang retribusi daerah itu.




Tinggalkan Balasan